Waktu berjalan sangat cepat ! Apa yang pasti adalah apa yang telah kita lalui, apa yang di depan kita,tidak ada yang tahu. Semua kita hanya bisa berencana, berdoa dan berikhtiar terwujudnya apa yang kita rencanakan. Keputusan akhir adalah ketentuanNya jua.
Sepanjang hidup saya, saya menikmati keindahan mekanisme rahmat Allah yang selalu saya rasakan keindahannya.Terlalu banyak dan panjang untuk dikisahkan. Saya hanya ingin berbagi pengalaman terakhir saya dalam minggu ini.
Sejak usia saya 10 tahun, ada kenangan yang tidak bisa saya lupakan tentang kepergian kakek saya. Beliau sakit sangat lama dan untuk itu paman saya yang merupakan anak bungsu dalam keluarga cuti bekerja dan memutuskan untuk sepenuhnya merawat ayahnya. Dua bulan terakhir, beliau sakit sangat serius, sehingga paman saya jarang sekali keluar rumah lebih dari 10 m. Beberapa pekan kemudian, beliau nampak sehat maka minta izinlah paman saya pada nenek saya untuk keluar rumah, ke arah pantai di kampung kami yang berjarak sekitar 700m saja. Apa yang terjadi? baru 300 m beliau meninggalkan rumah, kakek saya berpulang.. Bayangkanlah hancurnya hati paman saya… Orang kampung saya, nun jauh di tepi pantai Aceh Barat Daya menamakan peristiwa ini : “Tak ada rezeki mata” = Tak dapat kesempatan menyaksikan saat saat terakhir dan “menghantarkan” anggota keluarga batih menghadapNya.
Seperti paman, saya juga tak dapat rezeki mata, ketika ayahanda saya tercinta menghadap Khaliknya. Beliau di pesantren yang dirintisnya di atas Bukit Barisan, Desa Jontor, Simpang Kiri – Aceh Singkil, kami sekeluarga batih dan adik bungsu saya sedang berada di Tallahassee- Florida..
Sejak saat itulah: saya bermunajat pada Allah agar saya diberikan Allah rezeki mata, bila ibu kami dipanggilNya dan juga bila Allah memanggil anggota keluarga kami.
Ibu kami hanya sakit perut semalaman. Malam 27 Ramadhan 2013 yang lalu. Saya, pak Risman dan anak bungsu kami sedang i’tikaf di mesjid sekolah. Hape tidak dibawa. Seusai subuh anak sulung kami mengabari neneknya sakit dan adik adik saya telah berkali kali menghubungi saya sepanjang malam, tapi tidak berhasil. Kami meluncur serasa ingin terbang, ke rumah adik saya dimana ibu saya tinggal bila datang dari Pesantren. Seperti yang sudah kami sepakati ibu saya dilarikan ke RS terdekat dari rumah. Setiba saya di RS saya lihat ibu dikelilingi adik adik saya, sudah sangat lemah. Beliau masih bicara dengan saya mengatakan bahwa beliau lemah sekali. Saya terus memeluknya, menciuminya, membelai rambutnya dan minta maaf berkali kali dan terus menerus membisikkan nama Allah di telinga beliau. Tidak sampai 10 menit saya menyaksikan proses beliau naz’ah bagaimana gelora nafas dari perut ke dada, ke kerongkongan dan terakhir beliau memalingkan wajah beliau ke arah saya dan menghembuskan nafas terakhirnya…..Inna lillahi wainna ilaihi rojiun. Ibu kami pergi selamanya. Apa yang terjadi pada saya? Sesal yang tidak ada habisnya, karena saya ditakdirkan Allah “dapat rezeki mata” tapi saya nelongso tak dapat rezeki merawat beliau..Lalu sejak itu mulailah saya tambahkan dalam doa doa saya agar Allah memberikan saya “rezeki merawat dan rezeki mata” bagi keluarga saya. Sebelum Allah memanggil satu di antara kami dan juga semoga Allah kabulkan bila giliran saya insha Allah tiba.
Sudah beberapa bulan, sahabat saya yang sekaligus besan : mertua dari anak saya kedua, terganggu kesehatannya. Keluhannya seolah sederhana: sulit menelan! minuman apalagi makanan. Pemeriksaan medis dari yang sederhana sampai yang canggih telah dilakukan, tapi penyakitnya tak dapat dideteksi. Seiring dengan itu upaya lain tak berhenti dilakukan terutama Rukyah. Takdir Allah salah satunya disepakati dilakukan di rumah saya Sabtu sore yang lalu. Bahagia sekali saya memperoleh kesempatan itu. Saya siapkan tempat, selimuti dia, pijit kakinya dan menyiapkan makanan kesukaannya selama sakit :”mashed potato dan gravy”nya. Setelah itu walaupun dia lemah dan kata katanya mulai kurang jelas tapi kami masih sempat ngobrol di meja makan. Minggu siang diputuskan oleh keluarga dirawat di RS. Minggu sore saya dan tim bertolak ke Timika, Papua. Saya terus memantau keadaannya lewat anak, menantu dan pak Risman.. Ternyata Allah memanggilnya kembali dalam tidurnya Selasa dini hari..
Saya sangat kehilangan sahabat saya yang sholihah dan sangat baik hati..teman dengan siapa saya menjodohkan dan mempersiapkan pernikahan anak anak kami, mengasuh cucu bersama.. Saya sedih sekali tak dapat “rezeki mata” dan mensholatkannya. Tapi pak Risman mengingatkan saya, bahwa Allah telah memberi saya kesempatan berupa rezeki untuk merawatnya walau hanya beberapa jam, di rumah saya pula..Allahu Akbar indahnya rencana Allah. Saya tidak bisa membayangkan bila kedua dua “rezeki” itu tidak saya dapatkan! Subhanallah!
Sudah dua dari besan saya kembali keharibaanNya. Takdir Allah, ketika besan saya yang pertama berpulang kerahmatullah, walau saya tak kalah sedihnya, tapi saya diizinkanNya mendapat “rezeki merawat dan rezeki mata”.
Pengalaman lain yang menunjukkan keindahan rencana Allah adalah ketika akhir tahun lalu saya ditinggal oleh sahabat seperjuangan saya dalam membangun dan menyelenggarakan pendidikan anak usia dini di negeri kita ini : Nibras OR Salim.
Walau berjarak umur lebih dari 10 tahun, kami adalah teman sejak gadis. Saya belajar tentang pendididkan di TK Islam dari beliau sehingga saya Alhamdulillah mampu mendirikan sekolah. Saya membantu beliau dan seorang sahabat baik saya yang lainnya Siti Fatimah SH mendirikan sekolah Guru TK Islam pertama di Indonesia: Cut Mutiah. Panjang sekali perjalanan kami, sampai di satu titik, beliau ditakdirkan Allah belajar tentang penyelenggaraan Sistim Sentra di TK dan hebatnya rencana Allah itu: beliau dikirim belajar di kota dimana kami tinggal Talahassee, Florida. Semua atas bantuan dan kebaikan hati teman teman kami alm Indrawadi Tamim yang juga tetangga di Tallahassee, Nadine yang waktu itu konsultan di Diknas, Pam Phelp dan ibu Wismi.
Suatu saat dalam perjalanan perjuangan ini, kami sepakat berbagi tugas. Beliau akan terus berjuang dalam pendidikan anak usia dini, saya ambil bagian Parentingnya. Beliau kemudian mendirikan sekolah di Istiqlal dan di tepi danau Maninjau.Terakhir, sekitar sepuluh tahun yang lalu, dengan beberapa sahabat beliau, termasuk bapak Fasli Djalal, beliau mendirikan sebuah sekolah di kota Padang yang mengabadikan namanya : Sekolah Nibras!.
Beliau adalah salah satu sahabat yang masuk dalam doa doa saya agar di karuniai Allah “rezeki merawat dan rezeki mata”. Bertahun beliau sakit dan secara berkala saya datang menjenguknya. Suatu hari, saya memenuhi janji yang sudah sempat batal untuk memberikan seminar di sekolah Nibras di Padang. Malam sebelum seminar di mulai, duduklah saya silaturrahim dengan semua kepala sekolah dan guru Sekolah Nibras. Saya berkisah tentang perjalanan hidup dan perjuangan kami dan berdiskusi dengan guru guru tentang masalah anak didik. Besok paginya, sebelum seminar dimulai saya mengajak semua audiens untuk berdoa bagi sahabat saya yang sudah terbaring lama karena sakitnya itu. Seminar usai, saya kembali kekamar dan menunaikan shalat dhuhur. Pintu saya diketuk berkali kali selama saya sholat. Ternyata kepala sekolah menunggu didepan pintu dan mengabarkan pada saya dengan airmata : Sahabat seperjuangan saya sejak gadis :Ibu Nibras, berpulang ke Rahmatullah..tak lama setelah kami satu ruangan berdoa baginya…
Ya Rabbi… Indahnya rencanaMu..Saya bersimpuh di samping jenazahnya malam itu juga langsung dari airport, mengenang indahnya perjalanan hidup kami. Sungguh, beliau pantas untuk dapat anugrah : Ibu TK Islam Indonesia.
Teman teman yang baik hati, hakikatnya kita tidak memiliki diri kita sendiri, Yang punya bisa memanggil kita kembali kehadhiratNya, “sesuka hati”Nya. Marilah kita bermunajat, agar Allah memberi kita “ rezeki untuk saling merawat” dan juga dianugrahi “rezeki mata” untuk menghantar dan mengurusi terakhir kali : orang tua, pasangan, anggota keluarga, kerabat dan sahabat kita.
Percayalah Allah tak pernah tidak menjawab doa hambaNya. Walaupun tidak seperti yang kita minta tapi yaqinlah: Dia akan mengaturnya dengan sangat Indah. Amin ya Rabb.
0 komentar:
Posting Komentar